Penyanyi Fanny Soegi, mantan anggota band indie Soegi Bornean, baru-baru ini menarik perhatian publik setelah mengungkapkan perselisihan terkait royalti atas lagu-lagu yang pernah diciptakan bersama band tersebut. Konflik ini mencuat setelah Fanny membuat sebuah utas di platform media sosial X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter) pada Minggu, 8 September 2024. Unggahan tersebut dengan cepat menjadi viral dan memicu perdebatan di kalangan penggemar musik dan industri.
Dalam utas yang diunggahnya, Fanny Soegi mengungkapkan bahwa ia tidak mendapatkan royalti yang menjadi haknya sebagai pencipta lagu “Asmalibrasi,” salah satu hit terbesar Soegi Bornean. Ia menyatakan kekecewaannya terhadap kurangnya transparansi dalam pembagian royalti, dan menyiratkan bahwa ada pihak-pihak yang tidak berhak mendapatkan keuntungan lebih besar dari hasil karya tersebut.
“Bayangin saja, lagu Asma ini yang kalian dengar di mana-mana, penciptanya sampai pinjam uang untuk bayar sekolah anaknya,” tulis Fanny dalam utasnya. Ia kemudian melanjutkan dengan menyebutkan bahwa nominal royalti dari lagu tersebut bisa mencapai setengah miliar rupiah, tetapi justru orang-orang yang tidak berhak mendapat bagian paling besar dan tidak ada transparansi dalam proses pembagiannya.
Fanny juga menyoroti ketidakadilan yang ia rasakan, dengan menyatakan bahwa beberapa pihak mampu membeli mobil dan gitar mahal serta hidup mewah dari hasil royalti, sementara ia sendiri harus tinggal di rumah kontrakan dengan kondisi yang memprihatinkan. “Bukan nominal yang ku garis bawahi, tapi nurani kalian. Band-bandan kok serakah, enggak keren blas,” pungkasnya.
Setelah unggahan Fanny viral dan mendapat perhatian luas, Soegi Bornean merespons dengan mengeluarkan pernyataan resmi melalui media sosial pada Senin, 9 September 2024. Mereka menyatakan bahwa royalti telah dibagikan sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui oleh semua pihak, termasuk Fanny.
Dalam pernyataan tersebut, Soegi Bornean mengklaim bahwa sejak awal, pembagian royalti lagu “Asmalibrasi” dilakukan dengan melibatkan Fanny dan berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat. Mereka juga menegaskan bahwa Fanny masih terlibat dalam proses pengambilan keputusan terkait royalti hingga saat ini.
“Terkait royalti Asmalibrasi, dari awal menerima uang royalti, kami pihak manajemen mendistribusikan sesuai dengan nominal yang telah disepakati. Fanny pun selalu terlibat dalam keputusan pembagian royalti,” demikian pernyataan resmi dari Soegi Bornean. Mereka juga menyatakan bahwa tidak ada masalah antara manajemen dengan Fanny dan bahwa komunikasi tetap berjalan dengan baik.
Fanny Soegi merupakan salah satu anggota pendiri band Soegi Bornean, yang dibentuk pada tahun 2019. Band indie asal Semarang ini terdiri dari tiga personel: Fanny sebagai vokalis, Aditya Ilyas pada gitar, dan Bagas Prasetyo juga pada gitar. Mereka memulai karier dengan meluncurkan beberapa single, termasuk “Saturnus” dan “Asmalibrasi,” yang kemudian diikuti oleh perilisan Extended Plays (EP) berjudul Atma pada tahun 2020.
Namun, pada Maret 2024, Fanny Soegi secara mengejutkan mengumumkan pengunduran dirinya dari Soegi Bornean. Dalam pernyataannya, ia mengungkapkan harapannya agar dua anggota lainnya, Aditya dan Bagas, dapat melanjutkan perjalanan musik Soegi Bornean meski tanpa dirinya. Fanny juga menegaskan bahwa ia akan melanjutkan karier musik sebagai penyanyi solo, sambil tetap membawakan lagu-lagu Soegi Bornean yang ia ciptakan bersama Dhimas Tirta Franata.
Beberapa lagu yang diciptakan oleh Fanny bersama Soegi Bornean dan menjadi hits di kalangan penggemar, termasuk “Saturnus,” “Pijaraya,” “Haribaan,” “Raksa,” “Kala,” “Samsara,” “Aguna,” hingga single hit “Asmalibrasi.” Meski Fanny telah meninggalkan band tersebut, lagu-lagu ini tetap menjadi bagian penting dari perjalanan musik Soegi Bornean.
Perselisihan antara Fanny Soegi dan Soegi Bornean mengenai royalti lagu “Asmalibrasi” mencerminkan tantangan yang sering dihadapi oleh musisi dalam industri musik, terutama dalam hal transparansi dan pembagian keuntungan. Konflik ini juga menyoroti pentingnya komunikasi yang jelas dan terbuka antara anggota band dan manajemen untuk mencegah kesalahpahaman dan ketidakpuasan di kemudian hari.
Saat ini, baik Fanny Soegi maupun Soegi Bornean sedang menghadapi tekanan dari publik untuk menyelesaikan perselisihan ini secara damai dan adil. Penggemar mereka berharap bahwa kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan yang memuaskan, sehingga mereka dapat melanjutkan karier musik masing-masing tanpa adanya konflik yang berkepanjangan.
Di sisi lain, perselisihan ini juga menjadi pengingat bagi musisi dan kreator lainnya untuk lebih berhati-hati dalam mengelola hak-hak mereka, terutama dalam hal royalti dan hak cipta, agar tidak terjadi konflik serupa di masa depan.